Seorang muslim tentunya bersemangat melakukan amal saleh yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Amal saleh pun bertingkat-tingkat, sebagian ibadah lebih utama dari ibadah lainnya. Tetapi adakah ibadah yang merupakan amalan paling utama secara mutlak? Apa hakikatnya amalan yang paling utama?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan,
Amalan yang paling utama bervariasi tergantung pada kondisi seseorang, ada ulama yang mengatakan, “Menulis hadis lebih utama dari salat sunah”. Namun ulama lain mengatakan, “Dua rakaat salat malam lebih utama daripada menulis seratus hadis”. Sebagian imam yang lain mengatakan, “Bahkan yang lebih utama adalah amalan yang ini… amalan yang itu… dan lain sebagainya…”
Sejatinya amalan yang paling utama itu tergantung pada kondisi seseorang, ada amalan yang secara asal paling utama namun dalam beberapa kondisi menjadi terkalahkan atau bahkan terlarang.
Contohnya seperti salat sunah yang pada dasarnya lebih utama dari membaca Al-Quran. Namun ia menjadi tidak diperbolehkan pada waktu larangan salat (seperti setelah salat subuh dan asar). Maka menyibukkan diri dengan membaca Al-Quran di waktu tersebut lebih utama daripada salat sunah.
Demikian pula pada dasarnya membaca Al-Quran lebih utama daripada berzikir, namun yang disyariatkan ketika rukuk dan sujud adalah berzikir bukan membaca Al-Quran. Maka berzikir di waktu tersebut lebih utama daripada membaca Al-Quran.
Berzikir (secara asal) lebih utama dari berdoa, namun yang disunahkan di penghujung salat adalah berdoa, maka ia lebih utama daripada membaca Al-Quran atau berzikir pada waktu tersebut.
Prinsipnya, amalan yang bisa meningkatkan kualitas agama seseorang tentu lebih utama baginya walau amalan itu bukan yang paling afdal pada dasarnya. Seperti haji lebih utama bagi wanita daripada berjihad, walaupun secara asal jihad lebih utama dari haji.
Ada sebagian orang yang lebih bermanfaat baginya membaca Al-Quran daripada salat sunah, ada lagi yang lebih mendapatkan manfaat dengan berzikir daripada membaca Al-Quran. Ada lagi yang lebih utama baginya berdoa (karena dia sedang membutuhkannya) daripada dia berzikir dalam kondisi ghaflah (hati yang lalai).
Bisa jadi pada orang yang sama, sebuah amalan menjadi lebih utama pada suatu kondisi dan tidak pada kondisi yang lain.
Dalam praktiknya, untuk mengetahui kondisi seseorang dan apa yang paling utama baginya tidak mungkin disimpulkan hanya dalam sebuah tulisan. Itu semua tergantung hidayah yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Dan tidaklah seorang hamba jujur kepada Allah kecuali Allah akan berikan hidayah itu kepadanya.
Diintisarikan dari Majmu’ Fatawa Ibni Taymiyyah (22/308). Karya Abdurrahman bin Qasim al Hanbali rahimahullah.
Berkolaborasi dengan Ahlussunnah Ternate


