Dalam fikih, ada sebuah kaidah yang berbunyi:
الضَرُورَاتُ تُبِيحُ المَحْظُورَاتِ
“Kondisi darurat membolehkan hal-hal yang dilarang.”
Darurat di sini batasannya adalah: Kondisi di mana seorang akan binasa atau mendekati kebinasaan jika tidak melakukan keharaman.
Dalil kaidah ini, di antaranya adalah ayat:
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ
“Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.” (QS. Al-Baqarah: 173)
Banyak sekali contoh penerapan kaidah ini, salah satunya:
Seseorang boleh memakan bangkai dalam kondisi kelaparan yang sangat, di mana seorang tidak menemukan makanan apapun selain bangkai¹1 tersebut, jika tidak memakannya ia akan kehilangan nyawa.
Namun yang penting diperhatikan, seorang tidak bisa bermudah-mudahan melakukan keharaman berdalih dengan kaidah ini. Di sana ada syarat yang harus dipenuhi.
Apa saja-syarat-syaratnya? Nantikan pada unggahan berikutnya.
Faedah Dars al-Faraidul Bahiyyah bersama Fadhilatusy Syaikh Abbas al-Jaunah hafizhahullah
Baca Juga: Lima Kaidah Dasar dalam Fikih
- Hewan yang mati bukan dengan tata cara syar’i, semisal hewan yang tidak disembelih atau tidak dibacakan basmalah saat menyembelihnya. ↩︎


