Jika imam pada rakaat kedua salat subuh duduk tasyahud akhir dengan cara tawaruk, apakah kita harus mengikutinya duduk tawaruk atau boleh iftirasy? Mana yang lebih utama? Apakah makmum harus mengikuti seluruh detail gerakan imam?
Terkait duduk tawaruk pada tasyahud akhir salat subuh (atau lebih umum; pada salat yang terdiri dari dua rakaat) ini adalah pendapat mazhab Syafii. Mereka menyimpulkan hal ini berdasarkan makna/tujuan yang (menurut pendapat mereka -pent) terkandung di baliknya, yaitu:
- Agar orang yang melihatnya langsung dapat mengetahui bahwa itu adalah tasyahud akhir.
- Tasyahud akhir durasinya lebih lama, maka seorang perlu tawaruk karena itu lebih santai. Sementara duduk iftirasy cenderung melelahkan.
- Tasyahud akhir tidak butuh berdiri lagi setelahnya. Karena jika ia duduk tawaruk dan masih butuh berdiri lagi setelahnya, ini akan membuatnya susah karena posisi kakinya terikat, tidak seperti ketika duduk iftirasy.
Tetapi Abu Humaid as-Sa’idi menyebutkan hadis dari Nabi (tentang bagaimana beliau salat) di hadapan 12 orang sahabat. Ketika sampai di tasyahud awal, beliau tidak tawaruk, namun ketika sampai di tasyahud akhir beliau tawaruk. Hal ini pun disetujui oleh mayoritas sahabat yang hadir ketika itu.
Dari sini, jumhur ahlul hadis berpendapat bahwa tawaruk tidak dilakukan kecuali saat tasyahud akhir pada salat yang memiliki dua tasyahud, baik yang terdiri dari tiga rakaat atau empat rakaat. Tidak dilakukan saat tasyahud akhir pada salat yang hanya memiliki satu tasyahud. Inilah pendapat yang memiliki kemungkinan paling dekat dengan kebenaran.
Sebagian ulama bahkan berpendapat bahwa tidak ada tawaruk sama sekali baik pada tasyahud awal maupun tasyahud akhir, ini adalah pendapat mazhab Hanafi.
Sebagian lagi ada yang berpendapat bahwa tawaruk dilakukan di semua tasyahud, baik yang pertama atau yang kedua, ini adalah pendapat mazhab Maliki.
Adapun terkait kewajiban mutaba’atul imam (mengikuti imam) dalam hadis:
إنما جُعِلَ الإمامُ ليُؤتَمَّ به
“Imam itu hanyalah ditunjuk agar diikuti.”
Yang dimaksud adalah sebagaimana lanjutan hadisnya:
فإذا كبَّر فكبِّروا وإِذَا رَكَعَ، فَارْكَعُوا، وإذَا قالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَن حَمِدَه فَقُولوا: رَبَّنَا لكَ الحَمْدُ
“Jika imam bertakbir segera bertakbirlah, jika ia rukuk maka langsunglah rukuk. Dan jika ia mengatakan: Samiallahu liman hamidah maka katakan: Rabbana walakal hamd.”
‼️ Kata Syaikhul Islam terkait hadis ini: Yang dimaksud dalam larangan adalah gerakan-gerakan yang membedakan kondisi orang, baik mendahului imam atau terlambat dari imam. Misal: Imam sudah rukuk kamu masih berdiri, imam sudah bangkit kamu masih rukuk, imam salat duduk sementara kamu salat berdiri, dst.
Adapun gerakan lainnya semisal: Imam menggerakkan telunjuk saat tasyahud sementara kamu tidak, atau imam duduk tawaruk sedangkan kamu tidak berpendapat dengannya, dan sebagainya, maka ini tidak masuk dalam larangan dan tidak harus mengikuti imam dalam hal ini.
Dijawab oleh: Fadhilatusy Syaikh Abbas Al-Jaunah hafizhahullah
No. Fatwa: 0023
#fikih #salat #syaikh_abbas_aljaunah


