Uang panas jika dialokasikan dengan niat sedekah, tidak akan diterima di sisi Allah. Karena Rasulullah ﷺ mengatakan:
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا
“Sesungguhnya Allah itu Maha Baik, dan tidak menerima kecuali hanya yang baik-baik.” (HR. Muslim)
Namun jika seorang ingin membersihkan diri darinya, ia bisa mengalokasikannya di jalan-jalan kebaikan. Semisal pembangunan masjid, tunjangan untuk penuntut ilmu, diberikan kepada fakir miskin, dsb.
Adapun pendapat yang masyhur di kalangan para ahli fikih, bahwa uang panas harus dialokasikan di tempat-tempat yang remeh semisal kamar mandi, jalan, dsb, ini adalah pendapat yang marjuh.
- Nabi ﷺ makan bersama orang Yahudi tanpa bertanya-tanya dari mana diperoleh harta tersebut. Padahal -sebagaimana kata ulama- mayoritas harta orang-orang Yahudi diperoleh dengan cara yang haram.
Ini menunjukkan bahwa terkadang satu harta yang sama bisa menjadi haram bagi pemiliknya, tapi halal bagi orang lain.
- Hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha: Suatu ketika Rasulullah ﷺ masuk rumah dalam keadaan sebuah periuk berisi daging sedang mendidih.
Namun beliau malah dihidangkan roti dan lauk-pauk rumahan. Beliau pun berkata, “Bukannya aku tadi melihat periuk berisi daging?”
“Iya, namun itu adalah daging sedekah untuk Barirah. Sementara Engkau tidak boleh memakan sedekah.”
Rasulullah ﷺ mengatakan, “Sedekah bagi dia, tapi bagi kami hadiah.” (Muttafaqun Alaihi) Kata Syaikh Abbas: Padahal barangnya sama.
Demikian pula uang panas, haram bagi pemiliknya yang mengusahakan uang tersebut, namun halal bagi orang lain ketika uang itu berpindah kepadanya.
Faedah Dars Al-Qawaid wal Ushul al-Jami’ah bersama Fadhilatusy Syaikh Abbas Al-Jaunah hafizhahullah
¹. Uang yang diperoleh dari jalan yang haram semisal riba dan selainnya.


