1 November 2025 20:21

Hukum Menjawab Soal Ujian Sesuai dengan Akidah Batil

Pertanyaan

Apa hukum menjawab soal ujian yang diselenggarakan oleh Kementerian Wakaf dan Urusan Islam dengan jawaban yang menyelisihi akidah yang benar? Karena Kementerian Wakaf di negara kami Tunisia adalah Asya’irah yang sangat fanatik terhadap akidah Asy’ariyah.

Misal ketika ada pertanyaan: Di manakah Allah? Apa hukumnya jika kita menjawab berdasarkan keyakinan Asy’ariyah bahwa Allah ada di mana-mana tanpa meyakini hal tersebut? Semata-mata agar ia lulus dalam seleksi imam dan jabatan itu tidak diisi oleh ahlul bidah.

Karena jika seorang menjawab bahwa Allah ada di atas arsy-Nya di atas langit, mereka akan mencopotnya dari keimaman dan menggantinya dengan seorang sufi atau Asy’ari.

Yang demikian ini benar-benar terjadi di Tunisia —allahulmusta’an—, saya sendiri mengalaminya. Sebelumnya saya sudah menjadi imam dalam waktu yang lama, mengajarkan sunnah dan manhaj yang benar, mengajari Al-Quran kepada anak-anak. Tetapi ketika ujian, mereka bertanya dengan pertanyaan semacam ini dan aku menjawabnya sesuai akidah salaf, akhirnya mereka mencopotku. Demikian pula kondisi banyak imam yang dicopot oleh Kementerian Wakaf.

Lantas bolehkah menjawab soal-soal tersebut sesuai dengan hawa nafsu dan keyakinan mereka yang batil, terkhusus dalam hal asma wa sifat? Tentunya soal-soal itu tidak memudarati siapa pun dan hanya ketika ujian saja, serta tidak ada yang mengetahui jawabannya kecuali panitia ujian yang mereka adalah Asya’irah, sesat dan fanatik terhadap kebatilan.

Beri kami faedah dengan rinci, barakallahu fiikum wahai Syaikh kami. Mohon maaf jika soalnya terlalu panjang.

Jawaban

Memangnya apa yang akan dia dapatkan jika dia menjawab dengan akidah yang salah —di mana ini haram hukumnya? Seandaikan dia menjadi imam atau khotib, bagaimana ia akan berkhotbah, mengisi muhadharah, dan mengajar akidah? Orang-orang itu pasti ada di sisinya, dan sekali mereka mendengar bahwa ia menetapkan akidah ahlus sunnah niscaya ia akan diusir dari masjid.

Saya kira ini tidak ada faedahnya, sekali pun ia diserahi masjid setelah mengikuti ujian akidah dan sengaja menjawab dengan akidah yang salah sesuai dengan akidah asy’ariyyah. Karena setelah memegang masjid pun, kemudian ia mengajar akidah dan tauhid, apa yang bisa ia lakukan? Sekali ia menetapkan akidah ahlus sunnah wal jamaah, pasti ia akan diusir dari masjid.

Pandangan saya, ini tidak ada gunanya. Hukumnya haram, tidak boleh. Dia harus menyampaikan akidah yang benar agar orang-orang awam tidak tertipu dengan jawabannya lalu menyangka bahwa ini adalah akidah yang sahih.

(Solusinya -pent) seorang bisa berdakwah di rumahnya, di pasar, atau di medsos jika ia tidak diberi masjid. Media-media ini sudah cukup, seorang bisa mengadakan pelajaran di sana. Daripada ia harus mengucapkan akidah asy’ariyyah —walaupun ia meyakininya batil— agar dipasrahi masjid, ini tidak boleh.

Dijawab oleh: Fadhilatusy Syaikh Abbas Al-Jaunah hafizhahullah

No. Fatwa: 0043

#akidah #kontemporer #asya’irah #syaikh_abbas_aljaunah

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *