Untuk menambah semangat kita dalam melakukan rihlah thalabul ilmi. Maka berikut ini kami sampaikan beberapa keterangan tentang keutamaan rihlah thalabul ilmi, manfaat dan tujuannya:
﴿ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ﴾
“Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi (tinggal bersama Rasulullah) untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.” (QS At-Taubah: 122)
Hal ini sebagaimana kata Imam Yahya bin Yahya at-Tamimi rahimahullah setelah melakukan rihlah kepada gurunya, Imam Malik bin Anas rahimahullah:
أَقَمْتٌ عِندَ مَالِك بن أَنس بَعْدَ كَمَالِ سَمَاعِي مِنْهُ سَنَةً أَتَعَلَّمُ هَيْئَتَهُ وَشَمَائِلَهُ، فَإنها شَمَائِلُ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ
“Aku tinggal di sisi Imam Malik bin Anas selama setahun setelah selesai mendengarkan hadis dari beliau, dalam rangka mempelajari adab dan akhlak beliau. Karena itu adalah akhlaknya para sahabat dan tabiin.” (Tartibul Madarik 1/171)
Sebagaimana dalam firman Allah Taala:
اَلتَّاۤىِٕبُوْنَ الْعٰبِدُوْنَ الْحٰمِدُوْنَ السَّاۤىِٕحُوْنَ الرّٰكِعُوْنَ السّٰجِدُوْنَ الْاٰمِرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّاهُوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحٰفِظُوْنَ لِحُدُوْدِ اللّٰهِۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ ١١٢
“(Mereka itulah) orang-orang yang bertobat, beribadah, memuji (Allah), mengembara (demi ilmu dan agama), -Sampai firman-Nya:- Sampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman.” (QS At-Taubah: 112)
Kata Ikrimah Ketika menjelaskan makna ‘as-saihun’, “Mereka adalah para penuntut ilmu.” (Tafsir al-Baghawi)
Sebagaimana kata Imam Abul ‘Aliyah:
كُنَّا نَسْمَعُ الرِّوَايَةَ بِالبَصْرَةِ عَنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ نَرْضَ حَتَّى رَكِبْنَا إِلَى المَدِينَةِ فَسَمِعْنَاهَا مِنْ أَفْوَاهِهِمْ
“Dahulu kami mendengar riwayat para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Bashrah, maka kami tidak puas sampai kami menempuh perjalanan ke Madinah dan mendengarnya secara langsung dari lisan-lisan mereka.” (HR Ad-Darimi: 583)
Dengan rihlah, para ulama dan penuntut ilmu saling berjumpa untuk memurajaah hadis dan penyakit-penyakitnya.
Hal ini sebagaimana kata Imam al-Khatib al-Baghdadi rahimahullah:
“Seandainya hukum hadis yang muttasil dan mursal itu sama, niscaya para penulis hadis tidak akan melakukan rihlah dan membebani diri mereka untuk bepergian ke tempat-tempat yang jauh dalam rangka berjumpa ulama dan mendengar dari mereka di seluruh penjuru. Padahal sebelumnya, bukan hanya satu sahabat yang telah menempuh jalan rihlah ini untuk mendengar hadis.” (Al-Kifayah fi ilmir Riwayah, 402)
- Mengokohkan sisi keilmuan seorang thalibul ilmi.
- Menebarkan ilmu yang dimiliki oleh sang alim yang ia tuju.
- Menumbuhkan keutamaan dan kesempurnaan yang ada pada diri seorang thalibul ilmi.
- Upaya menghormati ilmu dan para pengembannya.


