1 November 2025 18:36

Bila menyebut kata orang tua, acapkali diikuti istilah berbakti dan balas budi. Dalam kacamata Islam, bakti kepada orang tua bukan sekadar nilai mulia, melainkan kewajiban suci. Karena merekalah tangan pertama yang membesarkan, merawat, menjaga, dan menyayangi kita.

Ya, keberadaan mereka adalah anugerah bagi kita. Terlebih bila mereka memeluk agama Islam; sebuah kenikmatan berlipat ganda. Karena, perbedaan agama antar anak dan orang tua merupakan kepayahan tersendiri. Kadang menimbulkan perkelahian dan kontroversi.

Sebut saja Sabri—meskipun bukan nama asli—, ia duduk menjadi teman kami di markiz. Jauh di kampungnya di benua seberang, orang tuanya telah menyiapkan kuburan kosong untuknya lantaran ia berpindah agama.

Orang tuanya penganut Kristen, berwatak keras lagi menentang siapapun yang berbeda agama. Alih-alih mendukung anaknya yang sedang belajar Islam di perantauan, mereka justru sama sekali tidak memberi dukungan.

Sabri memang tampak tegar, namun di balik itu tersimpan luka yang mendalam. Di saat teman-temannya mendapat restu dan sokongan penuh dari orang tua, Sabri tak sepeserpun menerima bantuan motivasi apalagi materi.

Tak jarang materi pelajaran di markiz berganti, namun Sabri hanya dapat merogoh saku kosong saat ingin membeli kitab. Kadang pula ia terpaksa meminjam uang ketika sakit demi biaya pengobatan.

Ya, ayah ibu Sabri tidak menerima anaknya yang menganut agama berbeda. Patut dibilang keterlaluan saat mereka seakan menolak eksistensi Sabri di muka bumi dengan membuatkan kuburan kosong untuknya. Tertulis di situ namanya serta tanggal wafatnya yang ditentukan sendiri: 15 Desember 2017. Tindakan yang di luar nalar!

Berarti selama 7 tahun ini orang tuaku sudah menganggapku mati”, gurau Sabri sambil mengukir senyuman seolah-olah mengatakan: Kalau aku mayat, tidak mungkin bisa tersenyum.

Sabri seperti tumbuh dari akar yang tercerabut, berjalan sendirian di tanah asing, dengan langit yang tak lagi sama. Meski demikian, ia terus berusaha mengamalkan bimbingan Ilahi:

وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا

“Jika kedua orangtuamu memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak punya ilmu tentang itu, janganlah patuhi keduanya, (tetapi) pergaulilah keduanya di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.” (QS Luqman: 15)

Renungan

Bagi kita yang lahir dari rahim seorang ibu muslimah dan dibimbing oleh ayah yang juga muslim, kisah Sabri seharusnya menjadi cermin yang menyentuh. Ia tumbuh bukan di bawah naungan keluarga muslim, ia diuji karena keimanannya. Sementara kita yang orang tuanya seiman, yang tiap langkahnya disertai doa dan motivasi dari rumah sering kali lupa mensyukurinya.

Betapa besar nikmat yang sering luput kita hargai. Restu dan dukungan dari orang tua adalah privilese yang tiada dua. Maka, sebelum waktu merenggut kesempatan, berbaktilah. Peluk mereka, bahagiakan mereka, doakan mereka. Jangan tunggu sampai hanya batu nisan yang menjawab rindu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *